Praktisi Perbankan Syariah Harus Pahami ”Hybrid Contracts”
Teori “hybrid contracts” (multi akad) harus menjadi unggulan dalam pengembangkan produk syariah. Para praktisi perbankan dan keuangan syariah juga harus memahami keutamaan teori dan praktik teori ini.
Ketua
Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia (IAEI) Agustianto Minka,
mengatakan, metode hybrid contracts (multi akad), sebenarnya bukanlah
teori baru dalam khazanah fikih muamalah. Para ulama klasik Islam sudah
lama mendiskusikan topik ini berdasarkan dalil-dalil syara, dan ijtihad
yang shahih. ”Namun, dalam kajian fikih muamalah di pesantren bahkan di
perguruan tinggi, isu ini kurang banyak dibahas. Karena belum banyak
bersentuhan dengan realita bisnis di masyarakat,” kata Agustianto, dalam
rilisnya yang diterima MySharing, Jumat (20/2).
Menurutnya, pada masa kemajuan lembaga keuangan dan perbankan di masa
sekarang, konsep dan topik hybrid contracts kembali mengemuka dan
menjadi teori serta konsep yang tak terelakkan. Sejumlah buku dan karya
pun bermunculan membahas dan merumuskan teori al-ukud al-mu rakkabah
(hybrid contracts) ini, terutama karya-karya ilmiah dari Timur Tengah.
Ia menegaskan, tanpa memahami konsep dan teori hybrid contracts, maka
seluruh stakeholders ekonomi syariah akan mengalami kesalahan dan
kafatalan. Sehingga dapat menimbulkan kemudhratan, kesulitan dan
kemunduran bagi industri keuangan dan perbankan syariah.
Agustianto menghimbau semua pihak yang berkepentingan dengan ekonomi
syariah, wajib memahami dan menerapkan konsep ini, mulai dari dirjen
pajak, regulator Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK),
bankers, praktisi Lembaga Keuangan Syariah (LPS), Dewan Pengawas Syariah
(DPS), notaris, auditor, akuntan, pengacara, hakim, dosen (akademisi)
dan sebagainya. ”Jadi, semua pihak terkait dengan ekonomi dan keuangan
syariah wajib memahami teori dan praktik ini dengan tepat dan baik,”
tegasnya.
Posting Komentar untuk "Praktisi Perbankan Syariah Harus Pahami ”Hybrid Contracts”"